Obrolan Bahas Perilaku Merokok

Membahas perilaku merokok tidak ada habisnya. Beragam cerita bisa kita dapatkan. KalI ini saya ingin menyampaikan hal yang dimaksud.

Makan siang di kantin yang biasa saya datangi di depan kantor. Duduk di depan saya seorang anak muda. Sebut saja namanya Akang. Dia bekerja menjajakan makanan keliling menggunakan mobilnya. Saya memulai obrolan mengenai rokok yang sedang ia hisap.

Biasa melakukan assesment dalam praktik mandiri keperawatan, maka kesempatan tersebut saya gunakan untuk mengkaji terkait perilaku merokok. Dialog yang interaktif dan komunikatif dengan suasana nyantai. Obrolan menghasilkan keterbukaan informasi yang disampaikan oleh Akang.

Akang pertama kali merokok pada saat sekolah SMP kelas 1. Keinginan merokok didasari oleh teman-temannya yang merokok. Mengamati perilaku temannya Ketika merokok dan menurutnya tampak happy tanpa beban. Akang membayangkan enaknya merokok. Pikiran tersebut terus terngiang. Makin lama makin penasaran dan akhirnya Akang mulai memberanikan diri untuk mencoba merokok.

Awalnya mencoba tetapi lama kelamaan akhirnya keterusan. Jadilah terbiasa merokok namun masih sembunyi-sembunyi dari orang tua. Tapi akhirnya ketika kelas 2 keluarga mengetahuinya. Ibu Akang memarahinya dan melarang merokok. Namun, ayahnya tidak memarahi Akang karena ayahnya juga merokok.

Setelah dimarahi ibunya, Akang tetap merokok tapi masih sembunyi-sembunyi. Akang tidak bisa berhenti merokok karena teman-temannya merokok yang sering mempengaruhinya.

Kebiasaan merokok terus dilakukan tetapi akhirnya diketahui lagi oleh ibunya. Namun kali ini ibu Akang tidak melarang. Ibunya mengijinkan Akang merokok tetapi hanya di rumah saja, di luar rumah tidak boleh merokok. Persyaratan dari ibunya tersebut tidak bisa dilaksanakan karena Akang merasa di luar rumah makin kuat untuk merokok bersama dengan teman-temannya.

Pada waktu kelas 2 SMA, Akang sempat berhenti merokok. Penyebabnya adalah karena sakit batuk berdahak yang terus-menerus. Advis medis melarang Akang untuk merokok.

Selama pengobatan Akang tidak merokok. Namun, setelah sembuh melihat teman-temannya merokok tergoda untuk merokok lagi. Kali ini ibunya juga sudah tidak lagi melarang. Terlebih lagi sudah punya penghasilan sendiri.

Ditanya berapa banyak batang rokok yang dihisap dalam sehari. Akang menghabiskan sekitar 20 batang rokok. Kalau tidak merokok mulut terasa asam, tidak enak.

Setelah sekian lama ngobrol, Akang baru menyadari kalau dia tidak menyalahkan rokok. Padahal biasanya kalau sudah selesai merokok, istirahat sebentar lalu merokok lagi. Sampai selesai ngobrol sekitar 1 jam, Akang tidak merokok.

Terima kasih buat Akang yang telah berbagi cerita perjalanan perilaku merokoknya. Banyak sekali substansi yang diperoleh dari cerita ini.

Pertama, peer group memiliki pengaruh yang besar terhadap pembentukan perilaku. Fase remaja adalah fase dimana seorang anak perlahan-lahan mulai lebih intens berinteraksi dengan teman sebayanya. Ingin diterima dan diakui di peer groupnya menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan untuk bisa mencapainya.

Kedua, peran orangtua dalam pencegahan perilaku merokok sangat penting. Orang tua mesti menjadi role model yang baik bagi anak-anaknya. Sehingga, Upaya preventif akan makin efektif. Selain menjadi role model, orang tua juga perlu untuk memantau pergaulan anaknya.

Ketiga, Upaya distraksi perlu dilatih bagi perokok agar mampu untuk memperlambat stimulus keinginan merokok. Banyak ragam metode dan bentuk Teknik distraksi yang bisa dipraktikan untuk mengurangi stimulus merokok.

Keempat, mengalami gangguan kesehatan yang berkorelasi dengan merokok bisa menjadi momentum yang tepat untuk membangkitkan kesadaran diri agar berhenti merokok. Monitoring tindak lanjut perawatan Kesehatan perlu dilakukan untuk meningkatkan kemampuan self control sehingga adiksi rokok bisa dikendalikan.

Semoga ada manfaatnya dari tulisan yang ringkas ini. Wallahu a’lam bishowab.