Nilai Filosofis dari Tradisi Ngunjung

Kabupaten Indramayu memiliki banyak tradisi budaya dan kearifan lokal yang hingga kini masih dilestarikan. Salah satunya yaitu ngunjung. Tradisi ini diselenggarakan satu tahun sekali dan biasanya waktu penyelenggaraannya relatif tetap.  

Ngunjung merupakan tradisi mengunjungi makam/kuburuan keluarga atau leluhur secara masal. Dapat disebut juga ziarah kubur masal tapi bukan ziarah lebaran hari raya. Ada perbedaan antara ngunjung dengan ziarah kubur lebaran.

Pada ngunjung setiap keluarga yang mengikuti tradisi ini membawa makanan ke pemakaman atau tempat diselenggarakannya ngunjung. Makanan yang biasa dibawa adalah nasi tumpung dengan lauk pauknya. Biasanya adalah ayam panggang. Masyarakat Indramayu menyebutnya dengan istilah tumpeng.

Tumpeng ini ada dua pola penyajiannya. Pertama, tumpeng dikumpulkan dalam satu titik lokasi. Biasanya adalah di depan panggung hiburan. Kedua, tumpeng diletakan di samping masing-masing kuburan keluarga atau kerabatnya. Tumpeng tersebut dijaga oleh masing-masing pemiliknya.

Tumpeng-tumpeng tersebut selanjutnya dibacakan doa. Lalu dipotong atau diambil sebagian kecil oleh panitia penyelenggara. Kemudian tumpeng yang sudah dipotong ini dibawa pulang dan dimakan oleh anggota keluarga atau dibagikan ke tetangga.

Selain adanya tumpeng, pada tradisi ngunjung ini ada hiburan yang digelar. Hiburan ini umumnya adalah pagelaran seni setempat seperti wayang kulit, sandiwara orang, dan lainnya.

Tradisi ngunjung ini pada hakekatnya adalah mendoakan para sesepuh atau anggota keluarga atau kerabat yang sudah meninggal. Namun, mendoakan ahli kubur ini dilakukan secara bersama-sama. Biasanya dipimpin oleh tokoh agama setempat atau lebe.

Anggota keluarga atau kerabat yang jauh merantau ketika ada penyelenggaraan ngunjung ini pulang kampung. Bersilaturahim dengan kerabat lain dan ziarah ke makam leluhur atau kerabat yang sudah meninggal.

Tradisi ngunjung ini mengajarkan pada kita beberapa hal penting diantaranya adalah

  1. Mengingatkan pentingnya mendoakan orang tua atau kerabat dan leluhur yang sudah meninggal
  2. Menjaga silaturahim dengan keturunan atau kerabat yang masih hidup
  3. Menguatkan gotong royong membangun kebersamaan di masyarakat
  4. Jangan melupakan jasa atau kebaikan dari leluhur dengan bisanya menceritakan kilas balik sejarah leluhur

Tradisi sejatinya jika ditelaah lebih dalam mengandung nilai edukasi dan  filosofis yang tinggi dan cara mendidik atau mengajarkan suatu kebaikan dengan pola yang mudah diterima oleh masyarakat. Nilai hikmah yang besar tersebut harus diimbangi dengan penerapan etika atau adab ketika berada di area pemakaman (kuburan). Dan juga penting untuk menerapkan tata cara dalam berziarah kubur. Jangan sampai nilai edukasi dan filosofis yang tinggi dari tradisi ngunjung tersebut dicederai dengan perilaku yang tidak baik ketika berada di area kuburan. Wallahu a’lam bishowab.